Rabu, 03 Juli 2013

MAKALAH KEMAMPUAN ANAK DALAM BELAJAR BAHASA ARAB

KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Allah Swt, Alhamdulillah penyusunan makalah telah selesai tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih sampaikan  kepada semua pihak yang telah membantu moril maupun materil adapun judul makalah kami tentang “KEMAMPUAN ANAK DALAM BELAJAR BAHASA ARAB”. Kami menyadari bahwa Penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, oleh karenanya kami sangat mengharapkan saran perbaikan dari semua pihak.




                                                                        Langsa, 17 Maret 2013
                                                                       
                                                                                    pemakalah









Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
A.   Pendahuluan
B.   Pembahasan
1.    proses dan tahapan belajar bahasa arab
2.    Prinsip-prinsip belajar bahasa
3.    Perbedaan Kemampuan Anak dalam Belajaar Bahasa
4.    Hubungan Kemampuan Berbahasa dengan Kemampuan Berpikir dan Belajar
















KEMAMPUAN ANAK DAAM BELAJAR BAHASA ARAB
A.   Pendahulan
Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam kehidupanmanusia secara kronologis fungsi bahasa adalah untuk menyatakan ekspresi diri,alat komunikasi, alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial dan sebagaialat untuk kontrol sosial. Dengan bahasa, seseorang akan melakukankomunikasi, baik ketika ia akan menyampaikan sesuatu yang ada dalambenaknya maupun menerima kabar dari orang lain. Bahasa adalah alatkomunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesama. Bahasamemiliki sifat yang universal sehingga bisa digunakan oleh siapapun tanpamelihat ras, suku, status sosial, hingga antar bangsa atau benua. Brownmengemukakan bahwa bahasa juga dipergunakan sebagai alat komunikasi atausarana pergaulan sesama manusia.[1]

Bahasa Arab sebagai bahasa asing di Indonesia menduduki posisi yangstrategis terutama bagi umat Islam Indonesia. Hal ini bukan saja karena BahasaArab digunakan dalam ritual keagamaan seperti shalat, khutbah, kegiatan berdoa dan lain-lain. Tetapi juga menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan bahasapergaulan internasional.[2]

Bahasa Arab memiliki kaitan yang sangat erat dengan agama islam,karena semua ajaran islam terhimpun dalam al-Qur’an dan dilengkapi denganpenjelasan al Hadits. Untuk dapat mengkaji dan mendalami ajaran islam, harus mempelajari al-Qur’an dan al-Hadits,  dan agar dapat mempelajari  al-Qur’an dan al-Hadits dibutuhkan kemampuan berbahasa Arab yang baik.

Tujuan pembelajaran bahasa Arab secara umum adalah agar siswamampu menguasai empat keterampilan (skills) bahasa, yaitu keterampilanmenyimak, keterampilan membaca, keterampilan berPercakapan, danketerampilan menulis. Pembelajaran keterampilan berPercakapan perlumendapatkan perhatian karena keterampilan berPercakapan tidak bisa diperolehsecara otomatis, melainkan harus belajar dan berlatih. Untuk melatihketerampilan berPercakapan siswa perlu adanya metode yang sesuai. Selama ini,para guru lebih sering memberikan materi pelajaran mengenai kajian tata bahasasaja dibandingkan dengan keterampilan berPercakapan. Padahal, belajar bahasaArab dituntut untuk mampu berPercakapan dengan bahasa Arab. Selamapembelajaran di kelas para guru selalu monoton dan seringkali siswa kurangsemangat terutama pelajaran bahasa Arab.

Kenyataan yang dihadapi bahwa sesunguhnya kondisi pengajaran BahasaArab di sekolah-sekolah di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai kendala dan tantangan. Kendala atau tantangan tersebut paling tidak dapat terlihat salahsatunya dari segi edukatif. Pengajaran Bahasa Arab masih kurang ditopang olehfaktor-faktor pendidikan yang memadai. Faktor-faktor disini diantaranya faktorkurikulum (termasuk didalamnya orientasi dan tujuan, materi dan metodologipengajaran serta sistem evaluasi), tenaga edukatif, sarana dan prasarana.

Namun demikian, kurikulum yang selama ini diformat oleh parapemegang kebijakan pendidikan Bahasa Arab seringkali di nilai kurang produktif dengan materi tidak terorentasi dengan kompetensi akhir yang harus dmilikipeserta didik. Syaratnya materi yang harus dipasok ke dalam sel-sel otak pesertadidik, memotivasi para pengajar hanya bertugas sebagai penyampai pokok bahasan sehingga daya kreasi pengajar tumpul dalam pengayaan strategipengajaran. Sehingga pembelajaran Bahasa Arab yang diselenggarakan padagilirannya kemudian hanya berpola untuk memindahkan isi (content transsmission) dari pengajar ke peserta didik. Hal ini tentu membuat prosesbelajar mengajar bersifat monoton, satu arah dari pengajar ke peserta didik (oneway communication), tidak diarahkan ke partisipatori total peserta didik sehingga pola pengajaran menjadi monolog dan menjemukan.

Percakapan adalah aktifitas yang dilakukan manusia dalamberkomunikasi dengan orang lain. Ketika seseorang berPercakapan maka diaberinteraksi dan menggunakan bahasa untuk mengekpresikan ide atau perasaanmereka. Kebanyakan peserta didik merasa malu dan takut ketika mereka mencoba untuk berPercakapan bahasa Arab, mereka tidak percaya diri dan adaperasaan khawatir akan menjadi bahan tertawaan bagi teman-temannya.

B.      Pembahasa

1.    proses dan tahapan belajar bahasa arab
Menurut Chaer : anak-anak yang masih berada dalam masa pekanya mudah untuk belajar bahasa. Berbeda dengan orang dewasa atau orang yang masa pekanya sudah lewat tidakkan mudah belajar bahasa lain. Apalagi mengganti bahasa yang sudah di nuranikannya dengan bahasa lain.
Menuerut Penfield : otak anak kecil mempunyai kemampuan khusus untuk belajar bahasa, suatu kemampuan yang akan menurun dengan berjalannya waktu. Otak anak sifatnya kenyal dalam mempelajari bahasa, otak orang dewasa biasanya jauh di bawah kemampuan otk anak. Selama tahun-tahun pertama dari kehidupan anak, otaknya berbentuk ‘’unit-unit bahasa’’ yang menatat segala sesuatu.
Menurut Ellis : menyebutkan adanya dua tipe pembelajaran bahasa yaitu tipe naturalistik dan tipe formal di dalam kelas. Tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan. Dalam masyarakat bilingual atau multilingual tipe naturalistik banyak di jumpai.
Fungsi bahasa :
1.    Aspek ekspresi : menyatakan kehendak dan pengalaman jiwa.
2.    Aspek sosial : untuk mengadakan komunikasi dengan orang lain.
3.    Aspek intensional : berpungsi untuk menunjukkan atau membanggakan sesuatu.[3]

2.    Prinsip-prinsip belajar bahasa

Dalam proses belajar bahasa, ada sejumlah prinsip belajar yang dapat melicinkan jalan menuju keberhasilan menuju bahasa. Berdasarkan pendekatan tertentu maka prinsip-prinsip belajar dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu prinsip-prinsip belajar yang bersifat psiskologis dan prinsip-prinsip belajar yang besifat linguistik(materi dan metodik). Prinsip-prinsip belajar yang bersifat psiskologis adalah :

1.     Motivasi, lazim di artikan sebagai hal yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu. Maka untuk berhasilnya pelajaran bahasa, murid-murid sudah seharusnya di bimbing agar mempunyai dorongan untuk belajar. Tanpa adanya kemauan tidak mungkin tujuan belajar dapat di capai. Jadi, seorang anak yang belajar bahasa dengan adanya motivasi akan mengalami kemajuan yang sangat pesat.
2.    Pengalaman sendiri, atau apa yang di alami sendiri akan lebih menarik dan berkesan daripada mengetahui dari kata orang lain.
3.    Keingintahuan, merupakan kodrat manusia yang dapat menyebabkan manusia itu menjadi maju. Hubngan dengan belajar bahasa, keingintahuan seorang anak terhadap bahasa lain akan menyebabkan dia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempelajari bahasa tersebut.
4.    Pemecahan masalah, seorang yang belajar, misalnya belajar bahasa tidak dapat di pisahkan dengan berbagai macam masalah. Jadi diperlikan kekritisan seseorang tersebut dalam menghadapi masalah itu dalam mengembangkan pengetahuan, pengalaman, dan sikap.
5.    Berpekir analitis-sintesis, dalam memecahkan masalah akibat memiliki sifat dan sikap kristis maka perlu di kembangkan cara berpikir analitis dan sintesis. Berpikir secara analitis adalah berusaha mengenal sesuatu dengan cara mengenali ciri-ciri atau unsur-unsur yang ada pada sesuatu itu. Dalam pengajaran bahasa mereka bukan hanya dilatih menguraikan atau menganisis kalimat, melainkan juga menata paragraf menjadi sebuah wacana.
6.    Perbedaan individual, keberhasilan pengajar juga harus memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individual. Sudah menjadi kodratnya bahwa anak didik yang kita hadapi tidak mempunyai kematangan berpikir, kemampuan bebahasa, dan tingkat intelegensi yang sama. Perbedaan individual meskipun sedikit pasti terdapat antara seorang anak dengan anak yang lain. Jadi, dapat di perkirakan kemampuan berbicara, mendengarkan, dan menulis setiap anak didik tidak lah sama.
Sedangkan prinsip-prinsip yang bersifat lingualistik, seperti yang telah di rumuskan oleh Abdul Chaer dan Agustina sebagai berikut :
a.    Mudah menuju sukar, maksudnya pemberian materi harus di mulai dari yang mudah kemudian di ikuti yang sukar. Umpamanya, sebelum mengajarkan kalimaat luas maka terlebih dahulu harus di ajarkan kalimat yang sederhana atau dasar. Asas ini mengajarkan bahwa pemberian materi harus di berikan secara bertahap menurut tingkat kemukarannya.
b.    Sedehana menuju kompleks, maksudnya bahan pelajaran harus dimulai dari yang sederhana, baru kemudian di ikuti dengan yang kompleks. Menurut prinsip ini dalam megajarkan bentuk-bentuk kata. Misalanya, di mulai dari kata yang berbentuk dasar, di susul dengan kata yang berimbuhan yang sederhana seperti bentuk berlaku dan ke tengah, baru kemudian di susul lagi dengan bentuk kata yang kompleks, seperti memberlakukan dan menengahkan, atau bentuk kata yang lebih kompleks dan ruwet lagi seperti pemertahanan dan pemberlakuan.
c.    Dekat menuju jauh, maksudnya pemberian materi pembelajaran harus di mulai dari yang ada di dekat anak didik, baru kemudian secara berangsur-angsur menuju yang agak jauh atau yang jauh.
d.    Pola menuju unsur, maksudnya materi bahasa yang di berikan mula-mula harus yang berupa satu kebulatan, sesudah itu baru di berikan unsur-unsur dari kebulatan itu.
e.    Penggunaan menuju pengetahuan, maksudnya materi pelajaran bahasa yang mula-mula harus diberikan adalah penggunaan bentuk-bentuk atau satuan-satuan bahasa itu. Asas penggunaan ini dapat di berikan dalam bentuk latihan-latihan yang berulang-ulang terus-menerus sehingga siswa terampil menggunakannya.[4]

3.    Perbedaan Kemampuan Anak dalam Belajaar Bahasa
Setiap anak mempunyai perbedaan baik dari segi kematangan berpikir, kemampuan berbahasa, maupun tingkat intiligensi. Oleh karna itu, kemampuan anak tidak sama dalam berbicara, mendengarkan, membaca, ataupun menulis. Bisa jadi seorang anak pandai berbicara, tetapi belum tentu ia mampu menuangkannya dalam bentuk tulisan. Atau seorang anak pandai menuliskan ide, gagasan atau pikiran, tetapi belum tentu ia ssanggup menyampaikannya dengan kata-kata. Dari sekian banyak orator-orator ulung, ada di antanya, yang mempunyai seorang asisten(juru tulis) yang selaku mendampinginya, untuk membantu menuliskan ide, gagasan, atau pikirannya.
Meskipun setiap anak memiliki kemampuan untuk belajar bahasa, tetapi kemampuan anak dalam belajar bahasa berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan perbedaan itu. Jika di lakukan analisis terhadap sejumlah faktor penyebab perbedaan kemampuan anak dalam belajar bahasa itu maka secara umum ada dua faktor yang menjadi penyebabnya, yaitu faktor internal dan faktor eksternal anak. Faktor internal adalah umur anak, kondisi fisik anak,kesehatan anak, dan intiligensi. Faktor eksternal anak adalah status sosia ekonomi keluarga, hubungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan bahasa pertama. Untuk memudahkan pemahaman, semua faktor-faktor tersebut akan di uraikan satu demi satu di bawah ini.
1.    Umur Anak

Semakin bertambah umur anak semakin matang pertumbuhan fisisknya, bertamabah pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Kemampuan berbahasa anak akan berkembang sejalan dengan pertambahana pengalaman dan kebutuhannya. Kematangan fisik dengan semakin sempurnanya pertumbuhan organ bicara, kerja otot-ototuntuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat berpotensi bagi anak untuk berbicara.

Bertambahnya kemampuan berbahasaanak sejalan dengan bertambahnya umur anak. Setiap stadium dari perkembangan yang di dalalui anak, terutama sejak anak mampu berbicara, memberikan kekayaan bahasa yang berpariasi, kekeayaan bahasa itu akan selalu bertambah sejalan dengan meluasnya interaksi sosial anak. Berbeda dengan keadaan biologis bayi ynag baru di lahirkan, pada masa remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah tercapai tingkt kesempurnaan, dengan di barengi oleh perkembangan tingkat intelektual anak akan mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.

2.    Kondisi Fisik

Kondisi fisik di maksudkan di sini adalah ssuatu keadaan, di mana fungsi-fungsi biologis pendukung seperti telinga, mata, dan organ suara dalam keadaan baik. Baik tidaknya keadaan biologis anak memberikan pengarung yang segnifisikan terhadap perkembangan bahasa anak. Seorang yang tuli, bsu atau ada di antara organ suaranya yang tidak sempurna, akan mengalami gangguan yang serius dalam perkembangan bahasanya. Kemungkinan besar potensi berbahasa anak menjadi hilang. Karna selama gangguan itu bersifat permanen dan tidak mampu di sembuhkan, anak tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain.

3.    Kesehatan

Anak yang sehat, gizinya cukup, kemampuan bahasanya lebih baik daripada anak padda usia awal kehidupannya mengalami sakit terus-menerus maka anak tersebut cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam hal perkembangan bahasanya. Selama sakit biasanya anak lebih banyak diam, sulit di ajak bicara. Apalagi bila sakit yang di derita anaka cukup lama dan tidak dapat di sembuhkan.

4.    Inteligensi

Seorang anak dengan anak yang lain tentu saja mempunyai tingkat inteligensi yang berbeda. Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya memiliki inteligensi normal atau di atas normal. Namun begitu, tidak semua anak yang megalami kelambatan perkembangan bahasanya pada usia awal di katagorikan sebagai anak yang bodoh.

5.    Kondisi Lingkungan

Perkembangan potensi bahasa anak di pengaruhioleh faktor lingkungan karnakekayan lingkungan merupakan pendukung bagi perkembangan peristilahan yang sebahagian besar di capai dengan meniru sesuai denagn apa yang anak dengar, lihat, dan yang anak hayati dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karna itu, siapapun sependapat bahwa lingkungan sanagat menentukan perkembangan potensi berbahasa anak. Meski begitu, ada perbedaan peran lingkungan dalam mempengaruhi perkembangan berbahasa anak. Perkembangan bahasa lingkungan perkotaan akan berbeda dengan lingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan, dan daerah-daerahterpencil dan di kelompok sosial yang lain. Lingkungan yang kritis sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa anak daripada lingkungan yang kaku. Oleh karna itu, perbedaan perkembangan bahasa karna lingkungan yang berbeda menyebabkan perkembangn bahasa karna lingkungan yang berbeda menyebabkan perkembangan bahasa anak berbeda-beda.

6.    Bahasa pertama

Menurut chaer para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama (bahasa ibu atau bahasa yang dahulu di peroleh) mempunyai pengaruh terhadap penguasaan terhadap penguasaan bahasa kedua. Jadi, setiap anaka mungkin saja berbeda berkemampuan berbahasanya, terutama belajar bahasa kedua karna di pengaruhi oleh bahasa pertamanya.

4.    Hubungan Kemampuan Berbahasa dengan Kemampuan Berpikir dan Belajar
Bahasa menurut purwanto adalah alat terpenting dalam berpikir. Karna memiliki bahasa dan mampu berbahasa, manusia dapat berpikir. Tanpa bahasa, manusia tidak dapat berpikir. Karna eratnya antara bahasa dan berpikir, plato pernah mengatakan bahwa seorang yang rendah kemampuan berpikirnya akan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik, logis, dan sistematis.
Sampai sekarang orang masih berkayakinan bahwa berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan ciri yang khas membedakan manusia dangan hewan. Manusia dapat berpikir karna mempunyai bahasa, sedangkan hewan tidak. Bahasa hewan bukanlah bahasa yang di miliki manusia. Bahasa hewan adalah bahasa ”insting” yang tidak perlu di pelajari dan di ajarkan. Bahsa manusia adalah hasil kebudayaan yang harus di pelajaari dan di ajarkan.
Dlama berbahasa, seseorang pasti akan melakukan suatu proses yaitu proses sosialisasi, dalam arti melakukan konteks denagn yang lain. Seseorang melakukan ide dan gagasannya dengan berbahasa dan menangkap ide dan gagasanorang lain melalui bahasa. Meyampaikan dan mengambil makna ide dan gagasan itu merupakan proses berpikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berkibat ketidaktepatan dan ketaburan persepsi yang di perolehnya. Akibat lebih lanjut adalah hasil proses berpikir menjadi tidak tepat benaar. Ketidaktepatan hasil pemrosesan pikir ini di akaibatkan kekuranag mampuan dalam bebahasa.
Pengarunh kemampuan berbahasa terhadap kerja pikir memang tidak di ragukan sehingga pada akhirnya sampai pada suatu simpul. Jika ingin memliki kemampuan berpikir denagn baik maka kuasailah bahasa denagn baik. Dalam konteks realitas, ternyata setiap orang memilki kemamppuan berbahasa yang sangat bervariasi. Oleh karna itulah, wajar saja jika kemampuan berpikir anak berbeda-beda. Pendapat yang hingga sekaarang tidak pernah terbantah adalah kolerasi yang tinggi antara kemampuan berpikir dan kemampuan berbahasa. Anak denagn IQ tinggi berpotensi memilki kemampuan bahasa yang tiggi. Hal ini di sebabkan mereka dengan mudah menyerapdan menguasai perbendaharaan kosakata yang di miliki suatu bahasa. Bervariasi nilai IQ menggambarkan adanya perbedaan individual anak. Dengan demikian, siapapun tidak akan dapat membantah bahwa terbatasnya kemampuan anak dalam penguasaan bahasa berimplikasi terhadap kemampuan anak berpikir.
Persolan sekarang adalah adakah hubungan antara hubungan berpikir dan kemampuan belajar anak ? jawabnya tentu saja ada. Hubungan antara berpikir dan belajar anak ini telah banyak di bicarakan pada pembahasan terdahulu, yaitu pada pembahasan tenatang belajar berpikir. Dan di situ telah di bahas tentang taraf berpikir yang bemacam-macam yang di hubungkan dengan macam-macam bentuk pelajaran. Simpul kata, bahwa ada hubungan yang signifikan antara taraf bepikir dan kemampuan belajar. Semakin tinggi taraf bekajar seseorang semakintinggi kerja pikir ang di perlukan. Lebih jelas, silakan di baca kembali pembahasan tersebut.
Bagaimana dengan kemampuan berbahasa, adakah pengaruhnya terhadap kemampuan belajar anak? Kemampuan anak dalam berbahasa mempengaruhi kemampuan anak dalam belajar. Dalam realitas sosial sering di temukan anak yang mengalami kesulitan belajar karena miskinnya penguasaan perbendaharaan kosakata. Kurangnya penguasaan kosakata menjadi penyebab sukarnya anak memahami kata-kata dan kalimat yang terdapat dalam berbagai buku bacaan, koran, majalah dan sebagainya. Tidak sedikit anak yang mengeluh hanya karna sukarnya megerti yang di ucapnya oleh guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Perbedaan bahasa karna perbedaan suku bisa menjadi sebab sukarnya anak membangun komunikasi yang baik dengan orang lain. Oleh karna itu, kemampuan berbahasa mempengaruhi kemampuan anak dalam belajar.

C.   Kesimpulan

      Ø   Tujuan pembelajaran bahasa Arab secara umum adalah agar siswamampu menguasai empat keterampilan (skills) bahasa, yaitu keterampilanmenyimak, keterampilan membaca, keterampilan berPercakapan, danketerampilan menulis. Pembelajaran keterampilan berPercakapan perlumendapatkan perhatian karena keterampilan berPercakapan tidak bisa diperolehsecara otomatis, melainkan harus belajar dan berlatih. Untuk melatihketerampilan berPercakapan siswa perlu adanya metode yang sesuai. Selama ini,para guru lebih sering memberikan materi pelajaran mengenai kajian tata bahasasaja dibandingkan dengan keterampilan berPercakapan. Padahal, belajar bahasaArab dituntut untuk mampu berPercakapan dengan bahasa Arab. Selamapembelajaran di kelas para guru selalu monoton dan seringkali siswa kurangsemangat terutama pelajaran bahasa Arab.

      Ø   Prinsip belajar bahasa arab bersifat psikologis, motivasi, pengalaman sendiri keingintahuan, pemecahan masalah, berpikir analitis-sintesis, perbedaan individual.

      Ø   Prinsip bahasa arab bersifat linguistik, mudah menuju sukar, sederhana menuju komplek, dekat menuju jauh, pola menuju unsur, penggunaan menuju pengetahuan.

      Ø   Perbedaan kemampuan anak dalam belajar bahasa arab, faktor-faktor penyebab perbedaankemampuan anak dalam belajar bahasa arab secara umum yaitu faktor internal dan eksternal.



[1] Tarigan, Teknik Pengajaran Ketarampilan Berbahasa(Bandung, Angkasa, 1989). h.6
[2] Abdul munip, Problematika Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia dalam Al-Arabiyah(Bandung: Media Karya, 2005) h.1
[3] Abu Ahmadi, Psiskologi Perkembangan(Jakarta: PT Rineka Cipta: 2005) h.95
[4] Syaiful Bahri Djamarah, Psiskologi Belajar (Jakarta: PT Rineka Cipta: 2008) h.73

MAKALAH KEMAMPUAN ANAK DALAM BELAJAR BAHASA ARAB

KATA PENGANTAR

Dengan rahmat Allah Swt, Alhamdulillah penyusunan makalah telah selesai tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih sampaikan  kepada semua pihak yang telah membantu moril maupun materil adapun judul makalah kami tentang “KEMAMPUAN ANAK DALAM BELAJAR BAHASA ARAB”. Kami menyadari bahwa Penyusunan makalah ini jauh dari sempurna, oleh karenanya kami sangat mengharapkan saran perbaikan dari semua pihak.




                                                                        Langsa, 17 Maret 2013
                                                                       
                                                                                    pemakalah









Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
A.   Pendahuluan
B.   Pembahasan
1.    proses dan tahapan belajar bahasa arab
2.    Prinsip-prinsip belajar bahasa
3.    Perbedaan Kemampuan Anak dalam Belajaar Bahasa
4.    Hubungan Kemampuan Berbahasa dengan Kemampuan Berpikir dan Belajar
















KEMAMPUAN ANAK DAAM BELAJAR BAHASA ARAB
A.   Pendahulan
Bahasa merupakan alat komunikasi yang penting dalam kehidupanmanusia secara kronologis fungsi bahasa adalah untuk menyatakan ekspresi diri,alat komunikasi, alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial dan sebagaialat untuk kontrol sosial. Dengan bahasa, seseorang akan melakukankomunikasi, baik ketika ia akan menyampaikan sesuatu yang ada dalambenaknya maupun menerima kabar dari orang lain. Bahasa adalah alatkomunikasi yang digunakan manusia untuk berinteraksi dengan sesama. Bahasamemiliki sifat yang universal sehingga bisa digunakan oleh siapapun tanpamelihat ras, suku, status sosial, hingga antar bangsa atau benua. Brownmengemukakan bahwa bahasa juga dipergunakan sebagai alat komunikasi atausarana pergaulan sesama manusia.[1]

Bahasa Arab sebagai bahasa asing di Indonesia menduduki posisi yangstrategis terutama bagi umat Islam Indonesia. Hal ini bukan saja karena BahasaArab digunakan dalam ritual keagamaan seperti shalat, khutbah, kegiatan berdoa dan lain-lain. Tetapi juga menjadi bahasa ilmu pengetahuan dan bahasapergaulan internasional.[2]

Bahasa Arab memiliki kaitan yang sangat erat dengan agama islam,karena semua ajaran islam terhimpun dalam al-Qur’an dan dilengkapi denganpenjelasan al Hadits. Untuk dapat mengkaji dan mendalami ajaran islam, harus mempelajari al-Qur’an dan al-Hadits,  dan agar dapat mempelajari  al-Qur’an dan al-Hadits dibutuhkan kemampuan berbahasa Arab yang baik.

Tujuan pembelajaran bahasa Arab secara umum adalah agar siswamampu menguasai empat keterampilan (skills) bahasa, yaitu keterampilanmenyimak, keterampilan membaca, keterampilan berPercakapan, danketerampilan menulis. Pembelajaran keterampilan berPercakapan perlumendapatkan perhatian karena keterampilan berPercakapan tidak bisa diperolehsecara otomatis, melainkan harus belajar dan berlatih. Untuk melatihketerampilan berPercakapan siswa perlu adanya metode yang sesuai. Selama ini,para guru lebih sering memberikan materi pelajaran mengenai kajian tata bahasasaja dibandingkan dengan keterampilan berPercakapan. Padahal, belajar bahasaArab dituntut untuk mampu berPercakapan dengan bahasa Arab. Selamapembelajaran di kelas para guru selalu monoton dan seringkali siswa kurangsemangat terutama pelajaran bahasa Arab.

Kenyataan yang dihadapi bahwa sesunguhnya kondisi pengajaran BahasaArab di sekolah-sekolah di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai kendala dan tantangan. Kendala atau tantangan tersebut paling tidak dapat terlihat salahsatunya dari segi edukatif. Pengajaran Bahasa Arab masih kurang ditopang olehfaktor-faktor pendidikan yang memadai. Faktor-faktor disini diantaranya faktorkurikulum (termasuk didalamnya orientasi dan tujuan, materi dan metodologipengajaran serta sistem evaluasi), tenaga edukatif, sarana dan prasarana.

Namun demikian, kurikulum yang selama ini diformat oleh parapemegang kebijakan pendidikan Bahasa Arab seringkali di nilai kurang produktif dengan materi tidak terorentasi dengan kompetensi akhir yang harus dmilikipeserta didik. Syaratnya materi yang harus dipasok ke dalam sel-sel otak pesertadidik, memotivasi para pengajar hanya bertugas sebagai penyampai pokok bahasan sehingga daya kreasi pengajar tumpul dalam pengayaan strategipengajaran. Sehingga pembelajaran Bahasa Arab yang diselenggarakan padagilirannya kemudian hanya berpola untuk memindahkan isi (content transsmission) dari pengajar ke peserta didik. Hal ini tentu membuat prosesbelajar mengajar bersifat monoton, satu arah dari pengajar ke peserta didik (oneway communication), tidak diarahkan ke partisipatori total peserta didik sehingga pola pengajaran menjadi monolog dan menjemukan.

Percakapan adalah aktifitas yang dilakukan manusia dalamberkomunikasi dengan orang lain. Ketika seseorang berPercakapan maka diaberinteraksi dan menggunakan bahasa untuk mengekpresikan ide atau perasaanmereka. Kebanyakan peserta didik merasa malu dan takut ketika mereka mencoba untuk berPercakapan bahasa Arab, mereka tidak percaya diri dan adaperasaan khawatir akan menjadi bahan tertawaan bagi teman-temannya.

B.      Pembahasa

1.    proses dan tahapan belajar bahasa arab
Menurut Chaer : anak-anak yang masih berada dalam masa pekanya mudah untuk belajar bahasa. Berbeda dengan orang dewasa atau orang yang masa pekanya sudah lewat tidakkan mudah belajar bahasa lain. Apalagi mengganti bahasa yang sudah di nuranikannya dengan bahasa lain.
Menuerut Penfield : otak anak kecil mempunyai kemampuan khusus untuk belajar bahasa, suatu kemampuan yang akan menurun dengan berjalannya waktu. Otak anak sifatnya kenyal dalam mempelajari bahasa, otak orang dewasa biasanya jauh di bawah kemampuan otk anak. Selama tahun-tahun pertama dari kehidupan anak, otaknya berbentuk ‘’unit-unit bahasa’’ yang menatat segala sesuatu.
Menurut Ellis : menyebutkan adanya dua tipe pembelajaran bahasa yaitu tipe naturalistik dan tipe formal di dalam kelas. Tipe naturalistik bersifat alamiah, tanpa guru dan tanpa kesengajaan. Dalam masyarakat bilingual atau multilingual tipe naturalistik banyak di jumpai.
Fungsi bahasa :
1.    Aspek ekspresi : menyatakan kehendak dan pengalaman jiwa.
2.    Aspek sosial : untuk mengadakan komunikasi dengan orang lain.
3.    Aspek intensional : berpungsi untuk menunjukkan atau membanggakan sesuatu.[3]

2.    Prinsip-prinsip belajar bahasa

Dalam proses belajar bahasa, ada sejumlah prinsip belajar yang dapat melicinkan jalan menuju keberhasilan menuju bahasa. Berdasarkan pendekatan tertentu maka prinsip-prinsip belajar dapat di kelompokkan menjadi dua, yaitu prinsip-prinsip belajar yang bersifat psiskologis dan prinsip-prinsip belajar yang besifat linguistik(materi dan metodik). Prinsip-prinsip belajar yang bersifat psiskologis adalah :

1.     Motivasi, lazim di artikan sebagai hal yang mendorong seseorang untuk berbuat sesuatu. Maka untuk berhasilnya pelajaran bahasa, murid-murid sudah seharusnya di bimbing agar mempunyai dorongan untuk belajar. Tanpa adanya kemauan tidak mungkin tujuan belajar dapat di capai. Jadi, seorang anak yang belajar bahasa dengan adanya motivasi akan mengalami kemajuan yang sangat pesat.
2.    Pengalaman sendiri, atau apa yang di alami sendiri akan lebih menarik dan berkesan daripada mengetahui dari kata orang lain.
3.    Keingintahuan, merupakan kodrat manusia yang dapat menyebabkan manusia itu menjadi maju. Hubngan dengan belajar bahasa, keingintahuan seorang anak terhadap bahasa lain akan menyebabkan dia berusaha dengan sungguh-sungguh untuk mempelajari bahasa tersebut.
4.    Pemecahan masalah, seorang yang belajar, misalnya belajar bahasa tidak dapat di pisahkan dengan berbagai macam masalah. Jadi diperlikan kekritisan seseorang tersebut dalam menghadapi masalah itu dalam mengembangkan pengetahuan, pengalaman, dan sikap.
5.    Berpekir analitis-sintesis, dalam memecahkan masalah akibat memiliki sifat dan sikap kristis maka perlu di kembangkan cara berpikir analitis dan sintesis. Berpikir secara analitis adalah berusaha mengenal sesuatu dengan cara mengenali ciri-ciri atau unsur-unsur yang ada pada sesuatu itu. Dalam pengajaran bahasa mereka bukan hanya dilatih menguraikan atau menganisis kalimat, melainkan juga menata paragraf menjadi sebuah wacana.
6.    Perbedaan individual, keberhasilan pengajar juga harus memperhatikan adanya perbedaan-perbedaan individual. Sudah menjadi kodratnya bahwa anak didik yang kita hadapi tidak mempunyai kematangan berpikir, kemampuan bebahasa, dan tingkat intelegensi yang sama. Perbedaan individual meskipun sedikit pasti terdapat antara seorang anak dengan anak yang lain. Jadi, dapat di perkirakan kemampuan berbicara, mendengarkan, dan menulis setiap anak didik tidak lah sama.
Sedangkan prinsip-prinsip yang bersifat lingualistik, seperti yang telah di rumuskan oleh Abdul Chaer dan Agustina sebagai berikut :
a.    Mudah menuju sukar, maksudnya pemberian materi harus di mulai dari yang mudah kemudian di ikuti yang sukar. Umpamanya, sebelum mengajarkan kalimaat luas maka terlebih dahulu harus di ajarkan kalimat yang sederhana atau dasar. Asas ini mengajarkan bahwa pemberian materi harus di berikan secara bertahap menurut tingkat kemukarannya.
b.    Sedehana menuju kompleks, maksudnya bahan pelajaran harus dimulai dari yang sederhana, baru kemudian di ikuti dengan yang kompleks. Menurut prinsip ini dalam megajarkan bentuk-bentuk kata. Misalanya, di mulai dari kata yang berbentuk dasar, di susul dengan kata yang berimbuhan yang sederhana seperti bentuk berlaku dan ke tengah, baru kemudian di susul lagi dengan bentuk kata yang kompleks, seperti memberlakukan dan menengahkan, atau bentuk kata yang lebih kompleks dan ruwet lagi seperti pemertahanan dan pemberlakuan.
c.    Dekat menuju jauh, maksudnya pemberian materi pembelajaran harus di mulai dari yang ada di dekat anak didik, baru kemudian secara berangsur-angsur menuju yang agak jauh atau yang jauh.
d.    Pola menuju unsur, maksudnya materi bahasa yang di berikan mula-mula harus yang berupa satu kebulatan, sesudah itu baru di berikan unsur-unsur dari kebulatan itu.
e.    Penggunaan menuju pengetahuan, maksudnya materi pelajaran bahasa yang mula-mula harus diberikan adalah penggunaan bentuk-bentuk atau satuan-satuan bahasa itu. Asas penggunaan ini dapat di berikan dalam bentuk latihan-latihan yang berulang-ulang terus-menerus sehingga siswa terampil menggunakannya.[4]

3.    Perbedaan Kemampuan Anak dalam Belajaar Bahasa
Setiap anak mempunyai perbedaan baik dari segi kematangan berpikir, kemampuan berbahasa, maupun tingkat intiligensi. Oleh karna itu, kemampuan anak tidak sama dalam berbicara, mendengarkan, membaca, ataupun menulis. Bisa jadi seorang anak pandai berbicara, tetapi belum tentu ia mampu menuangkannya dalam bentuk tulisan. Atau seorang anak pandai menuliskan ide, gagasan atau pikiran, tetapi belum tentu ia ssanggup menyampaikannya dengan kata-kata. Dari sekian banyak orator-orator ulung, ada di antanya, yang mempunyai seorang asisten(juru tulis) yang selaku mendampinginya, untuk membantu menuliskan ide, gagasan, atau pikirannya.
Meskipun setiap anak memiliki kemampuan untuk belajar bahasa, tetapi kemampuan anak dalam belajar bahasa berbeda-beda. Ada sejumlah faktor yang menyebabkan perbedaan itu. Jika di lakukan analisis terhadap sejumlah faktor penyebab perbedaan kemampuan anak dalam belajar bahasa itu maka secara umum ada dua faktor yang menjadi penyebabnya, yaitu faktor internal dan faktor eksternal anak. Faktor internal adalah umur anak, kondisi fisik anak,kesehatan anak, dan intiligensi. Faktor eksternal anak adalah status sosia ekonomi keluarga, hubungan keluarga, lingkungan masyarakat, dan bahasa pertama. Untuk memudahkan pemahaman, semua faktor-faktor tersebut akan di uraikan satu demi satu di bawah ini.
1.    Umur Anak

Semakin bertambah umur anak semakin matang pertumbuhan fisisknya, bertamabah pengalaman, dan meningkat kebutuhannya. Kemampuan berbahasa anak akan berkembang sejalan dengan pertambahana pengalaman dan kebutuhannya. Kematangan fisik dengan semakin sempurnanya pertumbuhan organ bicara, kerja otot-ototuntuk melakukan gerakan-gerakan dan isyarat berpotensi bagi anak untuk berbicara.

Bertambahnya kemampuan berbahasaanak sejalan dengan bertambahnya umur anak. Setiap stadium dari perkembangan yang di dalalui anak, terutama sejak anak mampu berbicara, memberikan kekayaan bahasa yang berpariasi, kekeayaan bahasa itu akan selalu bertambah sejalan dengan meluasnya interaksi sosial anak. Berbeda dengan keadaan biologis bayi ynag baru di lahirkan, pada masa remaja perkembangan biologis yang menunjang kemampuan berbahasa telah tercapai tingkt kesempurnaan, dengan di barengi oleh perkembangan tingkat intelektual anak akan mampu menunjukkan cara berkomunikasi dengan baik.

2.    Kondisi Fisik

Kondisi fisik di maksudkan di sini adalah ssuatu keadaan, di mana fungsi-fungsi biologis pendukung seperti telinga, mata, dan organ suara dalam keadaan baik. Baik tidaknya keadaan biologis anak memberikan pengarung yang segnifisikan terhadap perkembangan bahasa anak. Seorang yang tuli, bsu atau ada di antara organ suaranya yang tidak sempurna, akan mengalami gangguan yang serius dalam perkembangan bahasanya. Kemungkinan besar potensi berbahasa anak menjadi hilang. Karna selama gangguan itu bersifat permanen dan tidak mampu di sembuhkan, anak tidak dapat berkomunikasi dengan orang lain.

3.    Kesehatan

Anak yang sehat, gizinya cukup, kemampuan bahasanya lebih baik daripada anak padda usia awal kehidupannya mengalami sakit terus-menerus maka anak tersebut cenderung akan mengalami kelambatan atau kesulitan dalam hal perkembangan bahasanya. Selama sakit biasanya anak lebih banyak diam, sulit di ajak bicara. Apalagi bila sakit yang di derita anaka cukup lama dan tidak dapat di sembuhkan.

4.    Inteligensi

Seorang anak dengan anak yang lain tentu saja mempunyai tingkat inteligensi yang berbeda. Anak yang perkembangan bahasanya cepat, pada umumnya memiliki inteligensi normal atau di atas normal. Namun begitu, tidak semua anak yang megalami kelambatan perkembangan bahasanya pada usia awal di katagorikan sebagai anak yang bodoh.

5.    Kondisi Lingkungan

Perkembangan potensi bahasa anak di pengaruhioleh faktor lingkungan karnakekayan lingkungan merupakan pendukung bagi perkembangan peristilahan yang sebahagian besar di capai dengan meniru sesuai denagn apa yang anak dengar, lihat, dan yang anak hayati dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karna itu, siapapun sependapat bahwa lingkungan sanagat menentukan perkembangan potensi berbahasa anak. Meski begitu, ada perbedaan peran lingkungan dalam mempengaruhi perkembangan berbahasa anak. Perkembangan bahasa lingkungan perkotaan akan berbeda dengan lingkungan pedesaan. Begitu pula perkembangan bahasa di daerah pantai, pegunungan, dan daerah-daerahterpencil dan di kelompok sosial yang lain. Lingkungan yang kritis sangat berpengaruh terhadap kemampuan berbahasa anak daripada lingkungan yang kaku. Oleh karna itu, perbedaan perkembangan bahasa karna lingkungan yang berbeda menyebabkan perkembangn bahasa karna lingkungan yang berbeda menyebabkan perkembangan bahasa anak berbeda-beda.

6.    Bahasa pertama

Menurut chaer para pakar pembelajaran bahasa kedua pada umumnya percaya bahwa bahasa pertama (bahasa ibu atau bahasa yang dahulu di peroleh) mempunyai pengaruh terhadap penguasaan terhadap penguasaan bahasa kedua. Jadi, setiap anaka mungkin saja berbeda berkemampuan berbahasanya, terutama belajar bahasa kedua karna di pengaruhi oleh bahasa pertamanya.

4.    Hubungan Kemampuan Berbahasa dengan Kemampuan Berpikir dan Belajar
Bahasa menurut purwanto adalah alat terpenting dalam berpikir. Karna memiliki bahasa dan mampu berbahasa, manusia dapat berpikir. Tanpa bahasa, manusia tidak dapat berpikir. Karna eratnya antara bahasa dan berpikir, plato pernah mengatakan bahwa seorang yang rendah kemampuan berpikirnya akan mengalami kesulitan dalam menyusun kalimat yang baik, logis, dan sistematis.
Sampai sekarang orang masih berkayakinan bahwa berpikir adalah daya yang paling utama dan merupakan ciri yang khas membedakan manusia dangan hewan. Manusia dapat berpikir karna mempunyai bahasa, sedangkan hewan tidak. Bahasa hewan bukanlah bahasa yang di miliki manusia. Bahasa hewan adalah bahasa ”insting” yang tidak perlu di pelajari dan di ajarkan. Bahsa manusia adalah hasil kebudayaan yang harus di pelajaari dan di ajarkan.
Dlama berbahasa, seseorang pasti akan melakukan suatu proses yaitu proses sosialisasi, dalam arti melakukan konteks denagn yang lain. Seseorang melakukan ide dan gagasannya dengan berbahasa dan menangkap ide dan gagasanorang lain melalui bahasa. Meyampaikan dan mengambil makna ide dan gagasan itu merupakan proses berpikir yang abstrak. Ketidaktepatan menangkap arti bahasa akan berkibat ketidaktepatan dan ketaburan persepsi yang di perolehnya. Akibat lebih lanjut adalah hasil proses berpikir menjadi tidak tepat benaar. Ketidaktepatan hasil pemrosesan pikir ini di akaibatkan kekuranag mampuan dalam bebahasa.
Pengarunh kemampuan berbahasa terhadap kerja pikir memang tidak di ragukan sehingga pada akhirnya sampai pada suatu simpul. Jika ingin memliki kemampuan berpikir denagn baik maka kuasailah bahasa denagn baik. Dalam konteks realitas, ternyata setiap orang memilki kemamppuan berbahasa yang sangat bervariasi. Oleh karna itulah, wajar saja jika kemampuan berpikir anak berbeda-beda. Pendapat yang hingga sekaarang tidak pernah terbantah adalah kolerasi yang tinggi antara kemampuan berpikir dan kemampuan berbahasa. Anak denagn IQ tinggi berpotensi memilki kemampuan bahasa yang tiggi. Hal ini di sebabkan mereka dengan mudah menyerapdan menguasai perbendaharaan kosakata yang di miliki suatu bahasa. Bervariasi nilai IQ menggambarkan adanya perbedaan individual anak. Dengan demikian, siapapun tidak akan dapat membantah bahwa terbatasnya kemampuan anak dalam penguasaan bahasa berimplikasi terhadap kemampuan anak berpikir.
Persolan sekarang adalah adakah hubungan antara hubungan berpikir dan kemampuan belajar anak ? jawabnya tentu saja ada. Hubungan antara berpikir dan belajar anak ini telah banyak di bicarakan pada pembahasan terdahulu, yaitu pada pembahasan tenatang belajar berpikir. Dan di situ telah di bahas tentang taraf berpikir yang bemacam-macam yang di hubungkan dengan macam-macam bentuk pelajaran. Simpul kata, bahwa ada hubungan yang signifikan antara taraf bepikir dan kemampuan belajar. Semakin tinggi taraf bekajar seseorang semakintinggi kerja pikir ang di perlukan. Lebih jelas, silakan di baca kembali pembahasan tersebut.
Bagaimana dengan kemampuan berbahasa, adakah pengaruhnya terhadap kemampuan belajar anak? Kemampuan anak dalam berbahasa mempengaruhi kemampuan anak dalam belajar. Dalam realitas sosial sering di temukan anak yang mengalami kesulitan belajar karena miskinnya penguasaan perbendaharaan kosakata. Kurangnya penguasaan kosakata menjadi penyebab sukarnya anak memahami kata-kata dan kalimat yang terdapat dalam berbagai buku bacaan, koran, majalah dan sebagainya. Tidak sedikit anak yang mengeluh hanya karna sukarnya megerti yang di ucapnya oleh guru dalam kegiatan pembelajaran di sekolah. Perbedaan bahasa karna perbedaan suku bisa menjadi sebab sukarnya anak membangun komunikasi yang baik dengan orang lain. Oleh karna itu, kemampuan berbahasa mempengaruhi kemampuan anak dalam belajar.

C.   Kesimpulan

      Ø   Tujuan pembelajaran bahasa Arab secara umum adalah agar siswamampu menguasai empat keterampilan (skills) bahasa, yaitu keterampilanmenyimak, keterampilan membaca, keterampilan berPercakapan, danketerampilan menulis. Pembelajaran keterampilan berPercakapan perlumendapatkan perhatian karena keterampilan berPercakapan tidak bisa diperolehsecara otomatis, melainkan harus belajar dan berlatih. Untuk melatihketerampilan berPercakapan siswa perlu adanya metode yang sesuai. Selama ini,para guru lebih sering memberikan materi pelajaran mengenai kajian tata bahasasaja dibandingkan dengan keterampilan berPercakapan. Padahal, belajar bahasaArab dituntut untuk mampu berPercakapan dengan bahasa Arab. Selamapembelajaran di kelas para guru selalu monoton dan seringkali siswa kurangsemangat terutama pelajaran bahasa Arab.

      Ø   Prinsip belajar bahasa arab bersifat psikologis, motivasi, pengalaman sendiri keingintahuan, pemecahan masalah, berpikir analitis-sintesis, perbedaan individual.

      Ø   Prinsip bahasa arab bersifat linguistik, mudah menuju sukar, sederhana menuju komplek, dekat menuju jauh, pola menuju unsur, penggunaan menuju pengetahuan.

      Ø   Perbedaan kemampuan anak dalam belajar bahasa arab, faktor-faktor penyebab perbedaankemampuan anak dalam belajar bahasa arab secara umum yaitu faktor internal dan eksternal.



[1] Tarigan, Teknik Pengajaran Ketarampilan Berbahasa(Bandung, Angkasa, 1989). h.6
[2] Abdul munip, Problematika Bahasa Arab ke Bahasa Indonesia dalam Al-Arabiyah(Bandung: Media Karya, 2005) h.1
[3] Abu Ahmadi, Psiskologi Perkembangan(Jakarta: PT Rineka Cipta: 2005) h.95
[4] Syaiful Bahri Djamarah, Psiskologi Belajar (Jakarta: PT Rineka Cipta: 2008) h.73